Keberagaman adalah realitas, mau di tolak-mau diterima, itulah adanya.
Penolakan dan Penerimaan adalah bagian dari Keberagaman, dalam hal ini Keberagaman Pendapat, Keberagaman sikap.
Dalam Keberagaman ada Perbedaan, itu keniscayaan ..
Bisa disikapi secara 'histeris', atau 'heppy', itu perbedaan pilihan ...
Mau dilihat sebagai 'kelemahan' atau 'kekuatan', tergantung pengelolaan ...
Pribadi-pribadi dewasa tak suka memaksa,
Dan jiwa-jiwa merdeka tak mau dipaksa,
Kebhinnekaan kita adalah Bhinneka Tunggal Ika, bukan Bhinneka tinggal Ika ...
Kemerdekaan, Kesetaraan, Persaudaraan dalam bahasa mereka ...
Dalam Keberagaman, tak selalu tercapai titik temu ...
Dalam situasi ini, kedewasaan bisa dilihat dari "Sepakatan untuk tidak sepakat" ...
Saling menghormati dalam perbedaan ...
Nggak perlu Parno ... Biasa aja, Men ...
KOK TAKUT SAMA PERBEDAAN ?
Hidup cuman sekali,
Jangan biarkan sejarah mencatat nama kita sebagai manusia konyol yang takut akan perbedaan, sebab itu sama saja menolak realitas ...
Mosok hidup sekali mau dihabisin buat mimpi ?!
Tengsin lah kalau ada ABG yang nyeletuk
"Minum kaga, tapi mabok lu parah Men ... Reseh !"
Toas dulu ah ...
Yang nggak ngebir bisa ngopi, ngeteh, nyendol, dsb .. yang penting Toast
[Alkohol, melunturkan make-up, menampilkan aslimu]
Ilustrasi Firman yang menjadi daging, sumber : di sini & di sini
TAFSIR FIRMAN YANG MENJADI DAGING
Ini kisah tentang seorang sahabat.
Seorang yang
menurut pengakuannya sendiri belakangan secara sadar memilih untuk jarang
beribadat ... Beribadat lho ya, bukan beribadah.
Suatu hari menjelang Natal, Sahabat yang jarang pergi ke gereja tadi ke gereja untuk mengantar anaknya sekolah minggu. Ketika ia sampai di gereja, misa minggu pagi sudah selesai, sebab sekolah minggu memang diadakan setelah misa usai.
Melihat sahabat tadi memasuki pelataran gereja, seorang umat menyindirnya "Tumben dateng, ada apa nih ?"
Teman tadi tak menjawab, justru balik bertanya "Pengen tau aja, apa bacaan hari ini".
Orang yang bertanya tadi menjawab "Itulah, makanya rajin ke gereja,
jadi tau ... menjelang Natal gini pasti bacaan Injilnya Firman yang Menjadi
Daging" ...
"Ooo gitu ya ?! ... Trus kalau menurut Sampean maksudnya gimana Mas ?" tanya Sahabat.
"Begini, kan pada awalnya Tuhan .... bla bla bla bla bla" ... Orang tadi menceritakan ulang kisah kelahiran Yesus ...
"Wah ribet ya ?!" kata Sahabat.
"Makanya rajin ke gereja, biar paham" jawab orang tadi menggurui.
Teman tadi mengangguk-anggukkan kepala,
Lalu menukas "Seharusnya nggak serumit itu lho Mas".
"Seharusnya nggak serumit itu gimana ? Ya jelas-jelas arti Firman itu begitu ...
Apa Sampean mau ngarang tafsir sendiri ?!" protes orang yang menjelaskan tadi.
"Bukan mengarang Mas, hanya pendapat ..."
"Coba gimana, saya pengen tau pendapatnya orang yang jarang ke gereja !" tukas temannya.
"Menurut saya sederhana saja kok ..." sahut Sahabat ...
Sahabat tadi tidak meneruskan kata-katanya.
Ia malah melangkah menuju ke arah seorang tukang becak yang biasa mangkal di depan gereja.
Sementara temannya tadi mengikuti dengan penasaran ...
"Sugeng Enjang Pakde" -- terjemahan bebasnya kurang lebih : "Selamat pagi Pakde"
"Sugeng Enjang Mas... bade Mbecak ?!" (Selamat pagi Mas ... Mau (naik) becak ?!)
"Mboten Pakde, namung bade tanglet mawon... Sampun sarapan dereng ?!" (Enggak Pakde, cuma mau tanya ... Sudah sarapan belum ?!)
"Wah, nggih dereng, lha wong dereng angsal penumpang ... " (Wah, ya belum, orang belum dapat penumpang)
Tanpa menunggu bapak tua tadi menyelesaikan kalimatnya, Sahabat tadi mengangsurkan selembar uang kepada bapak tua, dan berkata:
"Niki Pakde, kagem sarapan ... mugi-mugi dados daging njih " ...(Ini Pakde, untuk beli sarapan ... semoga jadi daging ya)
Teman yang berbincang dengan Sahabat tadi langsung melengos dan ngeloyor pergi dari situ ...
Sementara ia melangkah, ia masih mendengar Bapak tua tadi mengucap:
"Waaaah, maturnuwun sanget Mas, nggih ... mugi-mugi dados daging lan tenogo ngge nggenjot becak" (Waah, terimakasih sekali Mas, ya ... moga-moga jadi daging dan tenaga untuk genjot becak)
Juga suara Sahabat saya:
"Nggak rumit to jane Mas ?!" (Nggak rumit kan sebenarnya Mas ?!)
Mulut teman sahabat saya terlihat komat-kamit nggrundel atas Tafsir Teologi Pembebasan "Firman yang Menjadi Daging" yang baru saja diperagakan oleh Sahabat ...
Cublak-cublak suweng merupakan lagu
atau tembang permainan anak. Permainan atau dolanan anak-anak desa di
Jawa, yang biasanya dimainkan di sore hari, atau malam saat bulan purnama.
Alatnya sangat sederhana, hanya
sebutir batu kerikil atau pecahan genting saja. Caranya beberapa anak
duduk membentuk lingkaran, satu anak duduk telungkup seperti posisi sujud dan
memejamkan matanya sementara anak-anak lainnya duduk mengitarinya dan
meletakkan tangan mereka dalam posisi 'meminta' di punggung anak yang sujud di
tengah.
Kemudian anak-anak yang duduk
disekeliling tadi tersebut dalam posisi meminta, mengelilingkan batu kerikil
atau pecahan genting dari tangan satu anak ke tangan lain, sambil menyanyikan
lagu. Hingga akhirnya batu kerikil itu nanti akan jatuh dalam genggaman
tangan salah seorang anak.
Sir-sir
pong dele kopong
Sir-sir pong dele kopong
Sir-sir pong dele kopong
Selesai menyanyi lagu itu, seluruh
anak bangun, dan anak yang telungkup harus menebak siapa yang menggenggam batu
tsb.
Supaya lebih jelas, sebaiknya tonton
saja video permainannya ini:
Sepertinya sederhana dan biasa.
Hanya sebuah lagu yang dinyanyikan oleh anak-anak sebagai pengiring permainan.
Dalam kehidupan sehari-hari. Permainan anak-anak yang akrab bagi masyarakat
Jawa ini ternyata mengandung banyak makna dan mengajarkan kehidupan.
Lagu ini memiliki beberapa versi,
tiap daerah di Jawa mungkin punya lirik yang agak berbeda. Selain itu,
siapa yang menciptakan lagu ini juga tidak jelas, ada yang mengatakan lagu ini
diperkenalkan oleh Walisongo, ada yang mengatakan lagu ini berasal dari ajaran
Budha, terutama pada lirik ke enam.
Terlepas siapa yang mengarang dan
mengajarkannya, lagu ini menyimpan makna berupa Tuntunan Hidup. Lagu atau
Tembang dolanan bocah yang sarat akan nasehat bijaksana kearifan Jawa.
NASEHAT
BIJAK DALAM LIRIK TEMBANG CUBLAK CUBLAK SUWENG
CUBLAK
CUBLAK SUWENG BAIT SATU
Permainan ini memang mengajari
tentang pencarian harta dalam hidup. "Cublak-cublak suweng”, arti
harafiah Suweng adalah hiasan di telinga, anting-anting, identik dengan
harta berharga. Bisa diartikan ”tempat menyimpan harta berharga”
CUBLAK
CUBLAK SUWENG BAIT DUA
”Suwenge ting gelenter” maksudnya hartanya tersebar dimana-mana. Hal ini
digambarkan dalam permainannya, dimana anak-anak menyembunyikan batu kerikil
(diibaratkan suweng) lalu dipindahkan dari satu tangan ke tangan yang lain
(”suwenge ting gelenter”). Harta berharga, harta sejati itu
padahakikatnya telah ada, ada di mana-mana, terserak.
CUBLAK
CUBLAK SUWENG BAIT TIGA
”Mambu ketundhung gudel”, Mambu adalah tercium. Ketundhung adalah dituju. Gudhel
adalah sebutan anak Kerbau. Tercium yang kemudian dituju oleh anak Kerbau.
Lirik ini menggambarkan adanya sebuah kabar yang didengar oleh orang bodoh atau
orang yang tidak tahu
(digambarkan sebagai Gudhel) .
Orang-orang yang tidak tahu ini mendengar sebuah kabar yang kemudian
menuju ke arah kabar tersebut.
”Pak empo lera-lere” = Pak empo
melarik-lirik, analogi dari kebodohan, hanya bisa tengak-tengok kebingungan.
CUBLAK
CUBLAK SUWENG BAIT LIMA
"Sopo ngguyu ndelikake", siapa tertawa, tersenyum itu yang menyembunyikan.
Masalahnya, semua yang bermain pasti tertawa ketika temannya yang 'berjaga' itu
harus menebak, satu analogi dari petunjuk yang tak berguna, sehingga dibutuhkan
kebijaksanaan untuk menyingkap petunjuk sebenarnya yang ada dibaliknya.
CUBLAK
CUBLAK SUWENG BAIT ENAM
"Sir - sir pong dele
kopong", Pong adalah pengulangan kata
dari dele kopong. Dele kopong adalah kedelai yang kosong tidak ada
isinya. Lirik ini menggambarkan tentang kekosongan jiwa, kekosongan pikiran,
kekosongan ilmu, dan juga Orang yang banyak bicara tapi sedikit ilmunya.
Sedangkan Sir artinya hati
nurani. Sir disini merupakan jawaban dari pertanyaan pertama diatas.
CUBLAK
CUBLAK SUWENG BAIT ENAM
"Sir - sir pong dele
kopong", Pong adalah pengulangan kata
dari dele kopong. Dele kopong adalah kedelai yang kosong tidak ada
isinya. Lirik ini menggambarkan tentang kekosongan jiwa, kekosongan pikiran,
kekosongan ilmu, dan juga Orang yang banyak bicara tapi sedikit ilmunya.
Sedangkan Sir artinya hati
nurani. Sir disini merupakan jawaban dari pertanyaan pertama diatas.