Kitab Suci


KITAB SUCI


Ilustrasi Kitab Suci, sumber: di sini


Ketika ditanya bagaimana Kitab Suci seharusnya digunakan, Sang Guru menceritakan pengalaman waktu ia menjadi guru di sebuah sekolah dan melontarkan pertanyaan ini kepada para murid,

"Bagaimana kamu menentukan tinggi sebuah bangunan dengan menggunakan alat barometer?"
Salah seorang anak yang cerdas menjawab,   Saya akan menurunkan barometer dengan tali dan kemudian mengukur panjang tali itu."

"Banyak akal dalam ketidaktahuannya," komentar Sang Guru.

Kemudian ia menambahkan,
"Begitulah akal dan ketidaktahuan orang-orang yang menggunakan otak mereka untuk memahami Kitab Suci, sama dengan mereka yang mencoba memahami matahari terbenam atau samudra atau desiran angin malam di pepohonan dengan menggunakan otak mereka."



Sumber :
Berbasa-basi Sejenak
Cetakan 1, 1997
Anthony de Mello SJ
Penerbit Kanisius.
Read more ...

Kisah Tiga Orang Darwis

Kisah Tiga Orang Darwis



Ilustrasi Tiga Orang Darwis, sumber : di sini

Konon, ada tiga orang, mereka bernama Yak, Do, dan Se. Mereka masing-masing berasal dari Utara, Barat, dan Selatan. Mereka memiliki suatu hal yang sama: berusaha mencari Kebenaran Dalam, oleh karenanya mereka mencari Jalan.

Yang pertama, Yak-Baba, duduk dan merenung sampai kepalanya pening. Yang kedua, Do-Aghas tegak dengan kepala di bawah sehingga kakinya kaku. Yang ketiga, Se-Kalandar, membaca buku-buku sampai hidungnya mengeluarkan darah.

Akhirnya mereka memutuskan untuk berusaha bersama-sama.

Mereka mengundurkan diri ke tempat sunyi dan melakukan latihan bersama, mengharap agar ketiga kekuatan yang digabung akan cukup kuat untuk mendatangkan Kebenaran, yang mereka sebut Kebenaran Dalam.
-------------

Empat puluh hari empat puluh malam lamanya mereka bertahan menderita. Akhirnya, dalam pusaran asap putih muncullah kepala seorang lelaki yang sangat tua di hadapan mereka; tampaknya ia muncul dari tanah. "Apakah kau Kidir yang gaib itu, pemandu manusia?" tanya darwis pertama.
"Bukan, ia Kutub, Tiang Semesta," sahut yang kedua.
"Aku yakin, itu pasti tak lain salah seorang dari para Abdal. Orang-orang Yang Terubah," kata yang ketiga.

"Salah semua" teriak bayang-bayang itu keras-keras, "tetapi aku adalah apapun yang kau inginkan tentangku. Dan kini kalian menginginkan satu hal, yakni yang kau sebut Kebenaran Dalam?"

"Ya, O Guru," sahut mereka serentak.
"Pernahkah kalian mendengar peribahasa, ada banyak Jalan sebanyak hati manusia?" tanya kepala itu.

Bagaimanapun, inilah jalanmu:
"Darwis pertama akan mengembara melalui Negeri Orang Tolol; 
Darwis Kedua harus menemukan Cermin Ajaib; 
Darwis Ketiga harus meminta pertolongan Jin Pusaran Air."
Setelah berkata demikian, kepala itupun menghilang.
-----------------------------------------------------

Mereka bertiga membicarakan masalah itu, tidak hanya karena mereka memerlukan penjelasan lebih lanjut sebelum berangkat, tetapi juga karena meskipun mereka semua telah mengadakan latihan berbagai cara, masing-masing percaya bahwa hanya ada satu cara yakni caranya sendiri, tentu saja.

Dan kini, masing-masing tidak yakin benar bahwa caranya sendiri itu cukup berguna, meskipun boleh dikatakan telah mampu mendatangkan bayang-bayang yang baru saja mereka saksikan tadi, yang namanya sama sekali tidak mereka ketahui.
----------------------------------

Yak-Babalah pertama-tama meninggalkan tempat samadinya; biasanya ia akan bertanya kepada orang yang ditemuinya, apakah ada orang bijaksana yang tinggal dekat-dekat daerah itu; tetapi kini ia bertanya apakah mereka mengetahui Negeri Orang Tolol. Akhirnya setelah berbulan-bulan lamanya, ada juga yang tahu, dan berangkatlah ia menuju kesana. Segera setelah ia memasuki negeri itu, dilihatnya seorang wanita menggendong pintu.

"Wanita," tanyanya, "mengapa kau gendong pintu itu?"
"Sebab, pagi tadi, sebelum berangkat kerja, suamiku berpesan: "Istriku, di rumah kita ini tersimpan harta berharga. Jangan kau perbolehkan orang melewati pintu ini." Karena aku pergi, ku bawa pintu ini agar tidak ada yang melewatinya.

"Kini perkenankanlah saya melewatimu." "Apakah saya boleh menjelaskan sesuatu agar kau tahu bahwa sebenarnya tak perlu kau bawa kemana-mana pintu itu?" tanya Darwis Yak-Baba.

"Tidak usah," kata wanita itu. "Satu-satunya yang bisa menolong adalah apabila Saudara bisa menjelaskan cara memperingan bobot pintu ini."
"Wah, itu saya tidak tahu," kata Darwis. Dan mereka pun berpisah.


Beberapa langkah kemudian ia menjumpai sekelompok orang. Mereka semua gemetar ketakutan di depan sebuah semangka besar yang tumbuh di ladang. "Kami belum pernah melihat raksasa itu sebelumnya," mereka menjelaskan kepada Darwis itu, "dan tentunya ia akan tumbuh semakin besar dan membunuh kami semua. Tetapi kami takut menyentuhnya."
"Bolehkah saya mengatakan sesuatu kepada kalian tentang itu?" tanyanya kepada mereka.
"Jangan goblok!" jawab mereka. "Bunuhlah ia, dan kau akan diberi hadiah, tetapi kami tidak mau tahu apapun tentangnya." Maka Darwis itupun mengeluarkan pisau, mendekati semangka itu, memotong seiris, dan kemudian mulai memakannya. Di tengah-tengah jerit ketakutan yang hiruk-pikuk orang-orang itu memberinya uang.

Ketika ia pergi, mereka berkata, "Kami mohon jangan kembali kemari, Tuan Pembunuh Raksasa. Jangan datang kemari dan memakan kami seperti tadi!" Demikianlah, sedikit demi sedikit ia mengerti bahwa di Negeri Orang Tolol, agar bisa bertahan hidup, orang harus bisa berfikir dan berbicara seperti orang tolol.

Setelah beberapa tahun lamanya, ia mencoba mengubah beberapa orang tolol menjadi waras, dan sebagai hadiahnya pada suatu hari Darwis itu mendapatkan Pengetahuan Dalam. Meskipun ia menjadi orang suci di Negeri Orang Tolol, rakyat mengingatnya hanya sebagai Orang yang Membelah Raksasa Hijau dan Meminum Darahnya. Mereka mencoba melakukan hal yang sama, untuk mendapatkan Pengetahuan Dalam -- dan mereka tak pernah mendapatkannya.
------------------------------------------

Sementara itu, Do-Agha, Darwis Kedua, memulai perjalanannya mencari Pengetahuan Dalam. Kali ini ia tidak menanyakan tentang orang-orang suci atau cara-cara latihan yang baru, tetapi tentang Cermin Ajaib, Jawaban-jawaban yang menyesatkan sering didengarnya, namun akhirnya ia mengetahui tempat Cermin itu. Cermin itu tergantung di sumur pada seutas tali yang selembut rambut, dan sebenarnya hanya sebagian saja, sebab Cermin itu terbuat dari pikiran-pikiran manusia, dan tidak ada cukup pikiran untuk bisa membuatnya sebuah Cermin yang utuh.

Setelah itu ia berhasil menipu raksasa yang menjaganya, Do-Agha menatap Cermin itu dan meminta Pengetahuan Dalam.  Sekejap saja ia sudah memilikinya. Iapun tinggal di sebuah tempat dan mengajar dengan penuh kebahagiaan beberapa tahun lamanya. Tetapi pengikut-pengikutnya tidak bisa mencapai taraf pemusatan pikiran yang diperlukan untuk memperbaharui cermin itu secara teratur, cermin itu pun lenyaplah.
Namun, sampai hari ini masih ada orang-orang yang menatap cermin, membayangkan bahwa Cermin Ajaib Do-Agha, Sang Darwis.
------------------------

Sedangkan Darwis Ketiga, Se-Kalandar, ia pergi ke mana-mana mencari Jin Pusaran Air. Jin itu dikenal dengan pelbagai nama, namun Se-Kalandar tidak mengetahuinya; dan bertahun-tahun lamanya ia bersilang jalan dengan Jin itu, senantiasa gagal menemuinya karena Jin itu di sana tidak dikenal sebagai Jin dan mungkin tidak dikait-kaitkan dengan pusaran air.

Akhirnya, setelah bertahun-tahun lamanya, ia pergi ke sebuah dusun dan bertanya, "O Saudara-saudara! apakah ada diantara kalian yang pernah mendengar tentang Jin Pusaran Air?"
"Saya tak pernah mendengar tentang Jin itu," kata seseorang, "tetapi desa ini disebut Pusaran Air."

Darwis merubuhkan tubuhnya ke tanah dan berteriak, "Aku tak akan meninggalkan tempat ini sampai Jin Pusaran Air muncul di hadapanku!"

Dan Jin itu, yang sedang lewat dekat tempat itu, memutar langkahnya dan berkata, "Kami tidak menyukai orang asing di desa kami, darwis. Karena itu aku datang padamu. Nah, apa yang kau cari?" 

"Aku mencari Pengetahuan Dalam, dan aku diberi tahu bahwa dalam keadaan tertentu kau bisa mengatakan padaku bagaimana mendapatkannya."
"Tentu, aku bisa," kata Si Jin. "Kau telah mengalami banyak hal. Yang harus kau lakukan tinggal mengucapkan ungkapan ini, menyanyikan lagu itu, melakukan tindakan itu. Kau pun nanti akan mendapatkan Pengetahuan Dalam." 

Darwis itu mengucapkan terima kasih kepada Jin, lalu memulai latihannya.
Bulan-bulan berlalu, kemudian bertahun-tahun, sampai akhirnya ia berhasil melakukan pengabdian dan ketaatannya secara benar. Orang-orang datang dan menyaksikannya dan kemudian meniru-nirunya, karena semangatnya, dan karena ia dikenal sebagai orang yang taat dan saleh. Akhirnya Darwis itu mencapai Pengetahuan Dalam; jauh meninggalkan pengikut-pengikutnya yang setia, yang meneruskan cara-caranya.
Tentu saja mereka itu tidak pernah mencapai Pengetahuan Dalam, sebab mereka memulai pada akhir telaah Sang Darwis.
-------------

Setelah itu, apabila ada pengikut-pengikut ketiga Darwis itu bertemu, salah seorang berkata,
"Aku memiliki kaca Tataplah, dan kau akan mencapai Pengetahuan Dalam."

Yang lain menjawab, "Korbankan semangka, ia akan menolongmu seperti yang pernah terjadi atas Yak-Baba." 

Yang ketiga menyela, "Tak mungkin: Satu-satunya cara adalah tabah dalam mempelajari dan menyusun latihan tertentu, sembahyang, dan bekerja keras."
-----------------

Ketika pada kenyataannya ketiga Darwis itu berhasil mencapai Pengetahuan Dalam, mereka bertiga mengetahui bahwa tak mampu menolong mereka yang telah mereka tinggalkan di belakang: seperti ketika seorang terbawa oleh air pasang dan melihat di darat ada seorang diburu singa, dan tidak bisa menolongnya.



Catatan 
Petualangan-petualangan orang-orang ini nama-nama mereka berarti "satu," "dua" dan "tiga" --kadang-kadang diartikan sebagai ejekan terhadap agama yang lazim. Kisah ini merupakan ringkasan sebuah kisah ajaran yang terkenal, Apa yang Terjadi atas Mereka Bertiga."

Kisah ini dianggap sebagai ciptaan guru Sufi, Murad Shami, kepala Kaum Muradi, yang meninggal tahun 1719. Para darwis yang menceritakannya menyatakan bahwa kisah ini mempunyai pesan dalam yang jauh lebih penting dalam hal-hal praktis, daripada arti yang diluarnya saja.




Sumber :
Kisah-kisah Sufi
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi selama seribu tahun yang lampau
Terjemahan Sapardi Djoko Damono
Penerbit Pustaka Firdaus, 1984.
Read more ...

Orang-orang Yang Sampai

Orang-orang Yang Sampai


Ilustrasi Imam Al-Ghazali.  Sumber: di sini


Imam Al-Ghazali mengisahkan suatu cerita dalam kehidupan Isa bin Maryam.

Pada suatu hari Isa melihat orang-orang duduk bersedih disebuah tembok, dipinggir jalan.

Tanyanya,
"Apa gerangan yang merundungmu semua?"
Jawab mereka, "Kami menjadi seperti ini lantaran ketakutan kami menghadapi neraka."

Isa pun meneruskan perjalanannya, dan melihat sejumlah orang berkelompok berduka dalam berbagai gaya dipinggir jalan.  Katanya, "Apa gerangan yang merundung kalian?" 
Merekamenjawab, "Keinginan akan sorga telah membuat kami semua begini."

Isa pun melanjutkan perjalanannya, sampai ia bertemu dengan kelompok ketiga.
Tampaknya orang-orang itu telah menderita amat sangat, tetapi wajah mereka bersinar bahagia.
Isa bertanya, "Apa gerangan yang telah membuatmu begitu?"

Mereka menjawab, "Semangat Kebenaran. Kami telah melihat Kenyataan, dan hal itu telah menyebabkan kami melupakan tujuan-tujuan lain yang sepele."

Isa berkata, "Orang-orang itu telah sampai. Pada Hari Perhitungan nanti, merekalah yang akan berada di Sisi Tuhan." 



Catatan

Kisah Sufi tentang Yesus ini sering mengejutkan mereka yang percaya bahwa kemajuan rohaniah hanya tergantung pada pengolahan masalah ganjaran dan siksa. Para Sufi mengatakan bahwa hanya orang-orang tertentu bisa mengambil keuntungan dari pelibatan diri pada masalah untung atau rugi; dan bahwa hal ini mungkin hanya merupakan sebagian saja dari pengalaman orang-seorang.

Mereka yang telah mempelajari pelbagai cara dan akibat keadaan dan pencekokan (conditioning and indoctrination) mungkin merasa sepakat dengan pandangan tersebut. Tentu saja, kaum agamawan formal, dalam pelbagai keyakinannya tidak mengakui bahwa pilihan sederhana atas baik-buruk, ketegangan-kelonggaran, ganjaran-siksa hanyalah sekedar bagian-bagian suatu sistem lebih besar dari kesadaran diri.




Sumber :
Kisah-kisah Sufi
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi selama seribu tahun yang lampau
Terjemahan Sapardi Djoko Damono
Penerbit Pustaka Firdaus, 1984.
Read more ...

Kunyahlah Buahmu Sendiri

Kunyahlah Buahmu Sendiri



Ilustrasi Mengunyah Buah, sumber : di sini


Seorang murid mengeluh kepada Gurunya:

'Bapak menuturkan banyak cerita, tetapi tidak pernah menerangkan maknanya kepada kami.'


Jawab sang Guru:

'Bagaimana pendapatmu, Nak, andaikata seseorang menawarkan buah kepadamu, namun mengunyahkannya dahulu kepadamu?'


Tak seorang pun dapat menemukan pengertian yang paling tepat bagi dirimu sendiri. Sang Guru pun tidak mampu.




Sumber :
Burung Berkicau,
Anthony de Mello SJ,
Cetakan 7, 1994
Yayasan Cipta Loka Caraka,
Read more ...

Yang Putih atau Yang Hitam ?

Yang Putih atau Yang Hitam ?

ilustrasi domba putih dan domba hitam.  sumber: di sini


Seorang gembala sedang menggembalakan dombanya.
Seorang yang lewat berkata, "Engkau mempunyai kawanan domba yang bagus.
Bolehkan saya mengajukan beberapa pertanyaan tentang domba-domba itu?"
"Tentu," kata gembala itu.
Orang itu berkata, "Berapa jauh domba-dombamu berjalan setiap hari?"
"Yang mana, yang putih atau yang hitam?"
"Yang putih."
"Ah, yang putih berjalan sekitar enam kilometer setiap hari."
"Dan yang hitam?"
"Yang hitam juga."

"Dan berapa banyak rumput mereka makan setiap hari?"
"Yang mana, yang putih atau yang hitam?"
"Yang putih."
"Ah, yang putih makan sekitar empat pon rumput setiap hari."
"Dan yang hitam?" "Yang hitam juga."

"Dan berapa banyak bulu yang mereka hasilkan setiap tahun?"
"Yang mana, yang putih atau yang hitam?"
"Yang putih."
"Ah menurut perkiraan saya, yang putih menghasilkan sekitar enam pon bulu setiap tahun kalau mereka dicukur."
"Dan yang hitam?" "Yang hitam juga."


Orang yang bertanya menjadi penasaran.
"Bolehkah saya bertanya, mengapa engkau mempunyai kebiasaan yang aneh, membedakan dombamu menjadi domba putih dan hitam setiap kali engkau menjawab pertanyaanku?"

Gembala itu menjawab, "Tentu saja. Yang putih adalah milik saya."
"Ooo, dan yang hitam?"
"Yang hitam juga," kata gembala itu.

Pikiran manusia membuat pemisahan-pemisahan yang bodoh, yang oleh Sang Kasih dilihat sebagai satu.



Sumber :
Doa Sang Katak 2
Anthony de Mello
Cetakan 12, 1990
Penerbit Kanisius
Read more ...